
Washington DC – Resmi sudah Joe Biden menjadi Presiden ke-46 Amerika Serikat (AS). Semua kaget melihat kekacauan dan konflik dalam Pemilihan Presiden AS pada 2020, padahal AS dipandang sebagai pemilik demokrasi. Stabilitas sistem demokrasi menyebabkan demokrasi dianut oleh banyak negara di dunia dalam peralihan kekuasaan dalam suatu negara. Di Indonesiapun memilih demokrasi dalam regenerasi kekuasaan, bahkan Menkopolhukam Prof. Mahfud MD menyebut sistem Demokrasi adalah sistem yang paling minim Mudhorot (kerugian) dalam sistem pemerintahan.

Sebagai penganut demokrasi, Joe Biden menyebut bahwa demokrasi AS berada dalam titik terendah dalam sejarah AS. Kesemuanya proses Pilpres di AS yang berubah dengan tensi tinggi tidak bisa dilepaskan oleh Presiden petahana sekaligus pengusaha sukses AS, Donald Trump. Dengan masih banyaknya pendukungnya, Trump berusaha mempertahankan kekuasaannya untuk periode kedua. Tidak berbeda dengan strategi kampanye pada periode sebelumnya dengan mengobarkan semangat Nasionalisme sempit AS. Pada periode sebelumnya Trump mengobarkan Nasionalisme dengan melindungi AS dari negara lain yaitu Meksiko dengan upaya membangun tembok perbatasan negara.
Pada 2020 Trump mengobarkan Nasionalisme sempitnya dengan menjadikan China sebagai musuh utama dengan perang dagangnya dan sebagai penyebab utama Virus Corona (Covid-19). Kobaran kampanye dengan nuansa nasionalisme sempit, penuh kebencian dan gaya selebritis Trump telah membelah AS di tengah banyak juga pendukung Trump yang terdampak era Post Truth.
Berbagai Strategi kampanye Trump dalam periode kedua telah “membakar” pendukung Trump dan dirinya sendiri sehingga dia tidak bisa mempertahankan kekuasaanya untuk periode kedua. Kekalahan Trump ini cukup rumit, karena Trump masih merasa memenangkan Pilpres dan tidak mengakui kemenangan Biden. Strategi “membakar” nasionalisme sempit oleh Trump ini menyebabkan Twitter melakukan Suspend terhadap akun Trump. Tindakan Suspend Twitter ini cukup meredakan tensi perpecahan rakyat di Amerika hingga bisa terlaksananya pelantikan Joe Biden sebagai Presiden ke-46 pada 20 januari 2021 waktu Washington DC.
Walaupun Joe Biden telah menggeluti Politik sejak tahun 1973 bahkan sebagai salah satu politisi termuda dalam sejarah AS dalam usia 30 tahun. Perpecahan akibat Pilpres 2020 AS akan menjadi tantangan tersendiri baginya untuk menyatukan kembali AS dalam jargon “one America”

Bagaimana dengan Indonesia dengan kemenangan Biden? Indonesia sebagai negara besar di tengah geopolitik dan geoekonomi dunia tetap akan menjadi fokus perhatian AS dalam mengamankan kepentingan AS di seluruh dunia. Apalagi saat ini AS sebagai negara adi kuasa dan adi daya telah mempunyai lawan sepadan yaitu China. AS sebagai negara besar tentu tidak akan begitu saja melepaskan Indonesia dalam kepentingannya di Asia terutama Asia Tenggara.
Sebagai salah satu negara yang sedang membangun untuk mencapai cita-cita Indonesia Maju, tentu Indonesia harus memanfaatkan peluang di tengah pemerintahan baru Presiden Biden. Indonesia tidak boleh terlena dengan perpecahan di AS, karena kepentingan AS akan tetap menjadi tujuan utama bagi rakyatnya tanpa memperdulikan siapapun Presiden yang terpilih. (GA).